KISAH DO'A QUNUT (1)
Judul : KISAH DO'A QUNUT (1)
link : KISAH DO'A QUNUT (1)
KISAH DO'A QUNUT (1)
Brosur MTA, Ahad, 15 Oktober 2000/17 Rajab 1421 Brosur no. : 1055/1095/SI
Tarikh Nabi Muhammad SAW (ke-85)
Kaum muslimin kena perangkap musuh yang kedua kali (Perang Bi’ru Ma’unah).
Pada suatu hari, masih pada bulan Shafar tahun ke-4 H, datanglah seorang Arab dari qabilah daerah Najd bernama Abu Baraa’ ‘Amir bin Malik kepada Nabi SAW. Oleh beliau sebagaimana biasa jika ada seseorang yang belum mengikut Islam bertemu dengan beliau, lalu segera diajak mengikut Islam.
Abu Baraa’ ketika itu setelah dibacakan beberapa ayat Al-Qur’an dan diberi penjelasan tentang Islam oleh Nabi SAW, maka dia mendengarkan baik-baik, tetapi ia berkata terus terang belum mau masuk Islam, namun ia juga tidak menolaknya. Kata Abu Baraa’ kepada Nabi SAW,
يَا مُحَمَّدُ لَوْ بَعَثْتَ رِجَالاً مِنْ اَصْحَابِكَ اِلَى اَهْلِ نَجْدٍ فَدَعَوْهُمْ اِلَى اَمْرِكَ، رَجَوْتُ اَنْ يَسْتَجِيْبُوْا لَكَ.
“Ya Muhammad, saya mengusulkan kepadamu, alangkah baiknya kalau kamu mengutus beberapa orang utusan kepada kaum ahli Najd untuk menyeru mereka kepada agamamu, aku berharap mereka akan menyambut seruanmu”.
Setelah mendengar usul Abu Baraa’ itu lalu Nabi SAW berfikir, karena usul yang dikemukakan itu kelihatannya tidak akan membahayakan, tetapi beliau masih ragu-ragu juga, karena khawatir kalau-kalau terjadi seperti yang diperbuat oleh kaum Banu Hudzail pada peristiwa Ar-Raji’. Maka Nabi SAW menjawab :
اِنىِّ اَخْشَى عَلَيْهِمْ اَهْلَ نَجْدٍ
Sesungguhnya aku mengkhawatirkan sikap penduduk Najd terhadap shahabatku.
Kemudian Abu Baraa’ menyahut :
اَنَا لَهُمْ جَارٌ فَابْعَثْهُمْ فَلْيَدْعُوا النَّاسَ اِلَى اَمْرِكَ
Aku yang menjamin mereka, maka utuslah para shahabatmu untuk menyeru mereka kepada agamamu.
Ketika itu Abu Baraa’ menyampaikan pula beberapa hadiah kepada Nabi SAW, tetapi tidak ada satupun yang diterima beliau. Selanjutnya Abu Baraa’ mendesak kepada Nabi tentang usulnya tadi. Dan ia meyaqinkan kesanggupannya untuk menjamin keselamatan dan keamanan para utusan itu.
Nabi SAW di kala itu masih tetap merasa berat untuk melepaskan para shahabatnya ke tempat yang diusulkan oleh Abu Baraa’, karena beliau kuatir kalau penduduk Najd akan berkhianat pula terhadap para utusan beliau. Tetapi Abu Baraa’ berulang-ulang menyatakan kesanggupannya untuk menjamin keselamatan para utusan beliau.
Dengan kesanggupan yang berulang kali dinyatakan oleh Abu Baraa’ itu, dan mengingat bahwa Abu Baraa’ adalah seorang kepala qabilah yang disegani oleh kaumnya, sedangkan menurut adat yang berlaku bagi bangsa Arab dikala itu, apabila kepala suatu qabilah telah mengemukakan janjinya untuk melindungi dan menjamin keselamatan orang-orang dari qabilah lain, maka penduduk di qabilahnya tidak ada seorang pun yang akan berani mengganggu atau melakukan hal-hal yang tidak diinginkan yang sudah disanggupi keselamatannya. Maka akhirnya Nabi SAW mengabulkan permintaan tersebut.
Kemudian pada suatu hari, Nabi SAW mempersiapkan para shahabat pilihan sebanyak 70 orang (menurut riwayat lain 40 orang), untuk pergi sebagai mubaligh Islam ke qabilah daerah Najd itu. Mereka itu sebagian besar dari para shahabat yang mengerti tentang hukum-hukum agama dan hafal Al-Qur'an di luar kepala. Diantara nama-nama mereka itu ialah Al-Mundziir bin ‘Amr, ‘Urwah bin Asma’ bin Shalt, Haram bin Milhan, Al-Harits bin Ash-Shimmah, ‘Amir bin Fuhairah, Nafi’ bin Budail. Nabi SAW menetapkaan kepala rombongan mereka ialah Al-Mundzir bin ‘Amr.
Pada hari yang telah ditentukan, berangkatlah mereka itu ke qabilah yang telah dikemukakan oleh Abu Baraa’, yaitu dengan niat untuk menyiarkan da’wah Islamiyah kepada segenap penduduk Banu ‘Amir. Setelah perjalanan 70 orang utusan Nabi itu sampai di Bi’ru Ma’unah (Telaga Ma’unah) sebuah tempat yang terletak diantara tanah Banu ‘Amir dan Banu Sulaim mereka berhenti, lalu mereka sepakat untuk mengutus seorang dari mereka, yaitu Haram bin Milhan untuk menyampaikan sepucuk surat dari Nabi SAW kepada ‘Amir bin Thufail, kepala qabilah itu.
‘Amir bin Thufail setelah menerima surat dari Nabi SAW dia tidak mau membacanya, bahkan membukanya saja tidak mau. Dan seketika itu pula ia sangat marah melihat kedatangan orang Islam yang membawa surat Nabi SAW itu. Saat itu juga Haram bin Milhan dibunuh dengan senjata tajam oleh seorang Banu ‘Amir atas perintah ‘Amir bin Thufail.
Kemudian ‘Amir bin Thufail memanggil segenap kaumnya Banu ‘Amir untuk menghadapi dan menolak kedatangan rombongan para mubaligh Islam dari Madinah, tetapi kaumnya tidak mau menurut perintahnya, tidak berani melanggar perjanjian Abu Baraa’, karena mereka itu sudah mengetahui bahwa kedatangan para mubaligh Islam ke daerahnya itu atas usul dan kemauan Abu Baraa’. Maka tidaklah sepatutnya kalau mereka itu ditolak begitu saja, apalagi dengan kekerasan.
Oleh karena kaum Banu ‘Amir tidak mau menurut perintah ‘Amir bin Thufail, maka dengan keras kepala ‘Amir bin Thufail terus berusaha mencari kawan untuk menghadapi rombongan mubaligh Islam yang datang ke daerahnya itu. Lalu ia memanggil kaum Banu Sulaim yaitu suku ‘Ushayyah, Ri’il dan Dzakwan untuk diajak bersama-sama menolak kedatangan rombongan Islam dengan cara kekerasan dan kekejaman. Ia menghasut kepada mereka itu supaya mengikut ajakan yang jahat itu. Dengan demikian kaum dari suku-suku tersebut segera dapat dipengaruhinya, dan serentak dikerahkan untuk menyerang kedatangan rombongan kaum muslimin tersebut.
-bersambung ke KISAH DO'A QUNUT (2)
BACA JUGA : KISAH DO'A QUNUT (2)
Demikianlah Artikel KISAH DO'A QUNUT (1)
Sekianlah artikel KISAH DO'A QUNUT (1) kali ini, mudah-mudahan bisa memberi manfaat untuk anda semua. baiklah, sampai jumpa di postingan artikel lainnya.
Anda sekarang membaca artikel KISAH DO'A QUNUT (1) dengan alamat link http://cheatterbaru2.blogspot.com/2016/02/kisah-do-qunut-1.html